MANUSIA PERAHU | Ratusan ribu orang Vietnam melarikan diri akibat perang saudara yang terjadi sejak 1955 hingga 1975. Menggunakan kapal-kapal kayu, mereka bergelombang datang ke wilayah Indonesia, dan kemudian mereka hidup di Pulau Galang sebagai pengungsi yang kerap disebut sebagai 'manusia perahu'.
NEGARA KETIGA | Para pengungsi asal Vietnam berharap Pulau Galang adalah jembatan penghubung bagi mereka menemukan negara ketiga, tempat mereka dapat menemukan kedamaian hidup yang jauh dari perang.
TERSERAK | Sebelum tiba di Pulau Galang pada 1979, awalnya para 'manusia perahu' asal Vietnam itu terserak di sejumlah pulau yang ada di Kepulauan Natuna bagian Utara, Kepulauan Anambas, dan Pulau Bintan. Setelah ditampung oleh penduduk lokal, akhirnya mereka dikumpulkan menjadi satu di Pulau Galang yang mulanya berupa rawa yang berlumpur.
JEJAK | Pulau Galang luasnya 250 hektar, kemudian 80 hektar yang ada digunakan sebagai kamp pengungsian. Meski kondisinya kini terbengkalai karena minim perawatan, jejak kehidupan 'manusia perahu' masih tertinggal di pulau itu.
TERISOLASI | Mendiami bilik-bilik kayu, 250.000 orang lebih tinggal di lokasi itu. Diterapkan menjadi kawasan eksklusif, para pengungsi bak terisolasi. Di kamp itu, para pengungsi tak boleh berinteraksi dengan orang luar, itu dilakukan agar mempermudah pengawasan mereka di pulau itu.
SITUS | Sisa fasilitas yang dulu digunakan oleh 'manusia perahu' kini terongok bak situs. Tersebar, jejak cerita itu terdiri atas bangunan, kendaraan, juga perlengkapan makan yang berserak di dapur.
FASILITAS | Di Pulau Galang, kamp pengungsian memiliki fasilitas yang cukup lengkap, mulai dari rumah ibadah berbagai agama, rumah sakit, sekolah, bahkan ada juga penjara bagi orang-orang yang melakukan tindak kejahatan saat itu.
AIR BERSIH | Sejumlah tangki air bersih juga tampak masih berdiri. Meski telah berkarat, tangki-tangki itu menjadi penanda bahwa kondisi di Pulau Galang benar-benar terjamin. Selain pemerintah Indonesia, United Nations High Commissioner for Refugees (UNHCR), sebuah badan dibawah naungan PBB kala itu pun turut membantu.
SUAKA | Saat kamp pengungsian ditutup, banyak pengungsi yang mendapatkan suaka di berbagai negara maju, di antaranya Amerika Serikat dan Australia. Meski telah tinggal jauh, hampir setiap tahun para eks pengungsi yang pernah mendiami pulau itu datang berkunjung. Bersama anak dan cucu, mereka mengenang apa yang terjadi di masa lalu.
PERMAKAMAN - Di Pulau Galang, banyak pengungsi meninggal akibat wabah penyakit, juga bunuh diri karena depresi.Di komplek pemakaman yang dinamai Ngha Trang Grave, 500 nisan tegak, dan di salah satu nisan itu sebuah simbol perahu terdapat, menjadi penanda bagi mereka yang hingga kini tetap dikenal sebagai 'manusia perahu'.